Minggu, 21 April 2024

ALLAH SWT MAHA PEMBERI RIZKI

 


Rizki adalah sesuatu yang bisa kita nikmati.  Walaupun sesuatu itu bukan milik kita, namun ketika kita bisa menikmatinya maka itu adalah rizki kita. Sebaliknya sesuatu yang menjadi milik kita, namun kita tidak bisa menikmatinya maka itu bukanlah rizki kita.

Misalnya kita membeli ikan kemudian digoreng dan diletakkan di atas meja. Lalu ikan tersebut ternyata dimakan oleh seekor kucing, maka meskipun ikan itu milik kita, tetapi ia bukan menjadi rizki kita karena tidak bisa menikmatinya.

Contoh yang lain adalah misalnya anda memiliki seorang tetangga yang mempunyai sebuah motor matic, sementara anda tidak memilikinya. Suatu saat tetangga itu mudik ke kampung halamannya dengan menggunakan kereta, sehingga motor tersebut dititipkan ke anda dan dipersilahkan untuk memakainya. Maka selama motor itu masih bisa anda pakai dan nikmati, berarti saat itu motor tersebut menjadi rizki anda. Meskipun bukan milik anda.

Allah SWT adalah pemberi rizki, Dialah satu-satunya yang Maha Pemberi rizki kepada hamba-hamba-Nya. Firman Allah SWT dalam QS. Adz Dzariat [51] ayat 58:

Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh

 Maka ketika kita meminta rizki, hanya kepada-Nyalah kita harus memohon. Bukan kepada selain-Nya.

Allah SWT menjanjikan bahwa orang yang beriman dan mau berusaha dengan baik (beramal shaleh) maka Allah akan memberinya rizki yang mulia. Firman Allah SWT dalam QS. Al Hajj [22] ayat 50 :

aka orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia

 Macam Rizki

Dari QS. Al Hajj [22] ayat 50  di atas dijelaskan bahwa orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan rizki yang mulia, berarti orang yang tidak beriman dan tidak beramal saleh akan mendapatkan rizki yang tidak mulia atau rizki yang buruk. Maka rizki bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu rizki yang mulia dan rizki yang buruk.

a.     Rizki yang Mulia

Syarat untuk mendapatkan rizki yang mulia adalah beriman dan beramal shaleh, kedua-duanya tidak bisa dipisahkan. Orang yang beriman saja tetapi tidak mau beramal shaleh (tidak mau bekerja/ berusaha) sangat mungkin dia mendapatkan rizki yang buruk disebabkan kemalasannya. Misalnya dia beriman kepada Allah SWT, sehingga dia tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan mengambil harta orang lain, tetapi dia tidak mau bekerja dan hanya mengharapkan bantuan serta menjadi beban bagi orang lain, maka rezki yang dia peroleh bukanlah rizki yang mulia.

Demikian juga orang yang meminta-minta atau menjadi pengemis karena malas berusaha, padahal sebenarnya dia mampu bekerja maka rizki yang dia peroleh bukanlah rizki yang mulia. Kelak di akhirat orang yang demikian itu akan menghadap Allah SWT dengan wajah yang hina. Rasulullah SAW bersabda :

Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR. Bukhari)

Islam menganjurkan agar manusia bekerja keras dalam memenuhi kebutuhannya. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla”. (HR. Ahmad)

Rizki yang baik adalah rizki yang diperoleh karena amal usahanya. Rasulullah SAW bersabda :

“Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri”. (HR. Bukhari)

Namun demikian, orang yang beramal (berusaha) saja tetapi dia tidak beriman, maka sangat mungkin dia akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh rizki. Dia bisa saja akan mencuri, merampok, korupsi, mengambil hak orang lain asalkan bisa memperoleh rizki. Maka rizki yang dia peroleh adalah rizki yang buruk.

Adanya keimanan dalam hatilah, yang mendorong seseorang untuk berusaha mencari rizki yang halal dan baik. Rasulullah SAW bersabda :

“Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll)”. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Dengan demikian, rezeki yang mulia adalah rizki yang diperoleh dengan keimanan dalam hati dan kesungguhan dalam berusaha. Allah SWT menyukai orang yang mau bekerja keras dalam mencari rizki yang halal. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta'ala senang melihat hamba-Nya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal”. (HR. Ad-Dailami)

 

b.     Rizki yang Buruk

Orang yang tidak beriman kepada Allah SWT akan melakukan segala cara untuk memperoleh rizki. Maka rizki yang ia peroleh adalah rizki yang buruk karena ia tidak peduli dengan apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah SWT.

Orang yang memakan harta haram tidak akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, doa-do’anyapun tidak akan didengar oleh Allah SWT. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rasul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Rabbku, wahai Rabbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)

Selain do’a-do’anya tidak dikabulkan oleh Allah, orang yang makan dari hasil rizki yang haram maka kelak di akhirat mereka akan mendapatkan siksa api neraka. Rasulullah SAW bersabda:

“Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya”. (HR. Ath-Thabrani)

 Selain karena tidak beriman, rizki yang buruk juga bisa disebabkan karena orang itu  malas, tidak mau beramal shaleh dengan bekerja. Ia menganggur saja dan hanya mengharapkan belas kasihan orang lain. Orang yang tidak mau bekerja keras dan menganggur saja akan menyebabkan hatinya keras. Rasulullah SAW bersabda:

“Pengangguran menyebabkan hati keras (keji dan membeku”). (HR. Asysyihaab)

Kemalasan yang diperturutkan sangat mungkin akan menyebabkan seseorang menjadi beban bagi orang lain bahkan menjadi peminta-minta. Ini adalah hal yang buruk, apalagi memintanya dengan memaksa. Orang yang berbuat demikian, meskipun ia mendapatkan rizki, namun rizki yang ia peroleh adalah rizki yang buruk. Hal ini dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya Allah membenci orang yang keji, yang berkata kotor dan membenci orang yang meminta-minta dengan memaksa”. (AR. Ath-Thahawi)

Allah Memberi Rizki Sesuai Usahanya

Allah SWT memberikan rizki sesuai dengan kehendak-Nya. Bagian dari kehendak-Nya adalah bahwa barangsiapa yang bekerja keras, dia akan dilapangkan rezekinya dan barangsipa yang bermalas-malasan maka Dia akan menyempitkan rezekinya. Manusia memperoleh rizki sesuai dengan usahanya. Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hamba-Nya mana yang berhak untuk dilapangkan dan disempitkan, sesuai dengan kerja kerasnya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra [17] ayat 30:

Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya

Allah SWT juga berfirman dalam QS. An-Najm [53] ayat 39 :

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”,

Rasulullah SAW juga mengabarkan, bahwa Allah SWT memberikan rizki kepada manusia sesuai dengan usaha dan kemauan kerasnya. Beliau SAW bersabda :

“Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya sesuai dengan kegiatan dan kemauan kerasnya serta ambisinya.” (HR. Ath-thusi)

 

Bersegera dalam Mencari Rizki

Salah satu upaya untuk mendapatkan rizki adalah menjemputnya dengan bersegera. Allah SWT memerintahkan kepada kita agar setelah beribadah kepada-Nya kita segera mencari karunia-Nya dengan bekerja. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Jum’ah [62] ayat 10:

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Rasulullah SAW juga memerintahkan agar kita bangun  pagi hari agar bisa lebih awal dalam mencari rizki. Rasulullah SAW bersabda :

Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barokah dan keberuntungan. (HR. Ath-Thabrani) 

Bahkan Rasulullah SAW mendo’akan umatnya yang mulai bekerja pada pagi hari agar mendapatkan keberkahan. Beliau berdo’a :

Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu pagi hari mereka. (HR. Ahmad)

 

Dan beliau SAW melarang umatnya tidur setelah shalat subuh, yang dapat melalaikan seseorang dari mencari rizki. Beliau SAW bersabda :

Seusai shalat fajar (subuh) janganlah kamu tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezeki. (HR. Ath-Thabrani)
 

Banyak Ingat Allah dalam Mencari Rizki

Dalam mencari rizki, hendaknya kita senantiasa mengingat Allah SWT, ingat akan perintah dan larangan-Nya. Ingat mana rizki yang dihalalkan dan mana yang diharamkan. Yang dihalalkan boleh diambil, sementara yang diharamkan harus dihindari. Dengan demikian maka kita akan memperoleh keberkahan dari rizki yang kita dapatkan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Jum’ah [62] ayat 10 :

”Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.

Rizki yang berkah akan menjadikan hidup kita menjadi mudah dan memperoleh banyak keberuntungan. Sementara rizki yang haram akan menyebabkan hidup kita menjadi susah dan sempit.

 Menafkahkan Sebagian Rizki

Allah SWT memberikan rizki secara berbeda-beda kepada hamba-Nya sesuai dengan kemampuan dan hasil usahanya. Orang-orang yang diberi kelebihan rizki hendaknya mau menafkahkan sebagian rizkinya kepada orang lain yang membutuhkan agar mereka sama-sama merasakan rezeki itu. Menafkahkan sebagian rizki adalah sebagai salah satu bentuk rasa syukur kita atas berbagai nikmat-Nya. Firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl [16] ayat 71-74:

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah

Jika kesadaran untuk berbagi rezeki ini tumbuh di tengah-tengah masyarakat, maka kesenjangan sosial akan bisa teratasi dan masyarakat bisa hidup sejahtera.


Jangan Takut Miskin

Allah SWT menciptakan makhluk-Nya dan telah menjamin bagi mereka rizkinya masing-masing. Tugas mereka adalah untuk menjemput rizki itu. Firman Allah SWT dalam QS. Hud [11] ayat 6 : 

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.

Yang dimaksud binatang melata dalam ayat di atas adalah segenap makhluk Allah yang bernyawa, sehingga setiap makhluk-Nya sudah diberi potensi oleh Allah SWT untuk memperoleh rezeki. Burung diberi kemampuan untuk bisa terbang dan memiliki paruh yang bisa digunakan untuk mencari makanan. Harimau diberi cakar dan taring untuk memperoleh makanannya. Cicak diberi kemampuan merayap di dinding untuk memperoleh makanannya. Semua makhluk Allah diberi potensi untuk memperoleh rezekinya masing-masing. Demikian juga manusia, ia diberi fisik yang sempurna dan akal untuk bisa mencari rizkinya.

Maka manusia sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna dilarang berputus asa dari rahmat Allah dan takut miskin karena khawatir tidak mendapatkan rizki. Selama ia mau berusaha dan mau memanfaatkan potensi yang dimiliki, maka Insya Allah ia akan mendapatkan rizki. Karena Allah-lah yang Maha Pemberi Rizki kepada segenap makhluk-Nya. Kekayaan, Rahmat dan Karunia-Nya tidak terbatas dan tidak akan pernah berkurang atau habis.

Allah SWT juga melarang orang menunda-nunda pernikahan hanya karena takut miskin. Bahkan kita diperintahkan oleh Allah untuk membantu mereka yang belum menikah untuk bisa menikah. Apabila mereka miskin, maka Allahlah yang akan memberikan kemampuan kepada mereka. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nur [24] ayat 32 :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Kita juga dilarang membunuh anak karena takut dengan kemiskinan, karena Allahlah yang akan memberikan karunia-Nya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Isra’ [17] ayat 31 :

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Termasuk dari membunuh anak yang dilarang oleh Allah SWT adalah melakukan aborsi disebabkan karena khawatir terhadap rizkinya.