Senin, 12 Desember 2022

SARANA MENCARI KONSEP TUHAN

Oleh : Triat Adi Yuwono

Tuhan yang menciptakan alam semesta pastilah ada. Kalimat ”Tidak ada tuhan” yang disampaikan oleh orang-orang ateis adalah hal yang mustahil. Mengatakan ”tidak ada tuhan” sama halnya mengatakan ”tidak ada yang dipercaya”. Mengatakan ”tidak ada yang dipercaya” sama halnya mengatakan ”tidak ada yang benar”, karena sesuatu bisa dipercaya jika sesuatu itu benar atau dianggap benar. Sedangkan mengatakan ”tidak ada yang benar” sama halnya mengatakan ”semuanya salah”. Jika semuanya salah, maka kalimat ”semuanya salah’ juga salah. Dengan demikian pernyataan ”tidak ada tuhan” itu menafikkan dirinya sendiri. 

Dari rangkaian logika di atas, maka kita tidak mungkin mengatakan ”tidak ada tuhan”. Kalimat ”tidak ada tuhan” tidak mungkin bisa berdiri sendiri karena tidak masuk akal dan tidak bermakna. Kalimat itu bisa bermakna jika ia ditambah, sehingga kalimatnya menjadi: ”tidak ada tuhan, kecuali X”. Maka X menjadi satu-satunya Tuhan yang berbeda dengan tuhan-tuhan yang lain. Ia haruslah mutlak dan tidak bersifat relatif seperti yang lain. Tuhan X juga harus berbeda dengan apapun yang ada di alam raya dan apapun yang terpikirkan oleh manusia. Siapakah Tuhan ’X’ itu ? Bagaimana cara kita mengetahui-Nya ?

Tuhan yang menciptakan segala sesuatu tentulah merupakan ‘sesuatu’ di atas segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh manusia karena kemutlakan-Nya. Manusia sebagai makhluk tidak akan mungkin dapat menjangkau sang penciptanya. Sebagaimana komputer sebagai hasil buatan yang tidak mungkin menjangkau manusia yang membuatnya.

Manusia yang fana, tidak mungkin menjangkau Tuhan yang mutlak. Tidak akan ada akal atau alat dengan teknologi secanggih apapun yang dapat mengungkap, seperti apakah hakikat Tuhan itu. Karena kemutlakan dan ketidak terjangkauannya itulah, maka kita hanya dapat melakukan pendekatan terhadap ‘konsep Tuhan’.

Cara yang paling logis untuk mencoba mendefinisikan ‘konsep Tuhan’ tentu dengan menggunakan bekal yang telah diberikan-Nya kepada setiap manusia, yaitu berupa RASA (hati) dan RASIO (akal). Namun karena adanya keterbatasan rasa dan rasio, maka kita membutuhkan petunjuk yang diturunkan oleh Dia sendiri ke dunia yang berupa WAHYU (firman-firman Tuhan).

1. Rasa (Hati)

Setiap manusia menginginkan kebahagiaan, yaitu ketenangan hati. Tidak ada manusia yang menginginkan hatinya gelisah dan tidak tenang. Maka manusia secara naluriah akan mencari sesuatu yang membuat hatinya tenang. Ketenangan hati bisa diperoleh jika ia memiliki keyakinan terhadap sesuatu yang bisa dijadikan sebagai tempat bersandar dan berharap. Sesuatu itu tentulah harus lebih hebat dari diri dan lingkungan alam sekitarnya.

Hati yang bersih yang tidak terkotori oleh hawa nafsu akan  mengakui akan keberadaan suatu Dzat yang Maha Hebat, yang menciptakan, mengatur dan menguasai alam raya.  Dia akan mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, yaitu Tuhan.

Dalam kondisi normal terkadang kesadaran akan adanya Tuhan  ini tertutup. Namun dalam kondisi bahaya, takut dan mencekam, manusia secara naluri akan memohon kepada sesuatu yang lebih kuat atas dirinya, meminta kepada sesuatu yang berkuasa atas alam untuk bisa menolongnya. Dia akan berdoa dan berlindung kepada Tuhan.

Dengan meyakini adanya Tuhan, manusia akan memiliki perasaan tenang. Namun manusia tidak puas hanya dengan meyakini tentang keberadaan Tuhan saja. Ia ingin tahu bagaimana Tuhan itu? Ia ingin tahu bagaimana karakter Tuhan, agar dia tidak meyakini tuhan yang salah, karena faktanya manusia menyembah tuhan yang berbeda-beda. Dengan mengetahui Tuhan yang benar maka dia bisa memperoleh kebahagiaan hakiki, bukan kebahagiaan atau ketenangan yang semu. Untuk mengetahui karakter Tuhan, maka manusia mencari bagaimana konsep Tuhan dengan menggunakan akalnya.

2. Rasio (Akal)

Perasaan kita akan tenang ketika apa yang kita yakini benar. Salah satu cara untuk mencari kebenaran itu adalah dengan menggunakan akal kita.

Sesuatu, apapun itu, harus punya karakter atau ciri khas, supaya mudah dikenali dan tidak tertukar dengan yang lain. Kita bisa membedakan kursi, meja, pintu, jendela, papan tulis, spidol dan yang lainnya karena  masing-masing memiliki karakternya sendiri yang berbeda dengan karakter yang lainnya. Termasuk pula Tuhan. Tuhan juga pasti memiliki karakter atau ciri khas yang menyebabkan Dia ‘layak’ sebagai Tuhan. Jangan sampai yang bukan Tuhan justeru salah dijadikan sebagai Tuhan. Lantas, seperti apakah karakter Tuhan yang bisa diterima oleh akal manusia?

a. Absolute

‘Sesuatu’  yang dikatakan sebagai Tuhan tentu haruslah paling hebat, paling kuat, paling berkuasa di atas segalanya dan tidak tergantung atau dipengaruhi oleh ‘sesuatu’ yang lain. Sesuatu yang memiliki kekuasaan atau kekuatan yang masih tertandingi dengan yang lain, maka dia tidak layak dijadikan sebagai Tuhan.

Setiap orang yang beragama pasti mereka sepakat bahwa tuhan mereka haruslah yang paling hebat, paling kuat, paling berkuasa di atas segalanya. Adakah yang ingin tuhannya lemah, mudah kalah, tidak memiliki kuasa? Tentu saja tidak ada. Maka Tuhan pastilah memiliki karakter Mutlak (Absolute). Dialah yang paling hebat, paling kuat, paling berkuasa di atas segalanya dan tidak tergantung atau dipengaruhi oleh ‘sesuatu’ yang lain.

 b. Distinct

Jika tuhan itu memiliki karakter ABSOLUTE (mutlak), yaitu yang paling hebat, paling kuat dan paling segalanya, pastilah Dia tidak ada yang menyamai, Dia berbeda dengan yang lain, dalam segala hal. Kalau masih ada yang menyamai berarti ia bukan yang paling hebat, bukan yang paling kuat, apalagi mutlak (maha segalanya). Maka sesuatu yang masih ada yang menyamai, ia tidak layak dijadikan sebagai Tuhan.

Tuhan Yang Maha Kuasa pastilah memiliki karakter DISTINCT, yaitu berbeda dengan yang lain, tidak ada yang menyamai, tidak ada yang setara dengan-Nya.

c. Unique

Tuhan yang memiliki karakter DISTINCT, tidak ada yang menyamai, berbeda dengan yang lainnya, maka pastilah jumlahnya hanya ada satu. Maka karakter Tuhan selanjutnya adalah UNIQUE, yang berarti hanya ada satu-satunya, esa, tunggal. Maka Tuhan itu hanyalah ada satu saja, bukan dua, tiga, empat dan sebagainya. Kalau jumlahnya lebih dari satu berarti dia bukanlah Tuhan, sehingga tidak layak untuk diagungkan.

Kepercayaan tentang adanya satu Tuhan (monoteisme) ini merupakan awal dari kepercayaan manusia. Kepercayaan terhadap satu Tuhan Tertinggi masih terlihat dalam agama suku-suku pribumi di Afrika.

Ketiga karakter tuhan ini (Absolute, Distinct dan Unique) harus dimiliki semuanya. Tidak mungkin hanya ada salah satu atau dua karakter saja. Inilah konsep Tuhan yang bisa dijangkau oleh akal. Akal manusia tidak bisa menjangkau melebihi ini. Manusia tidak bisa mengetahui hakikat siapa Tuhannya. Maka manusia perlu mengetahui siapa Dia melalui firman-firman-Nya (wahyu)  yang tertuang dalam kitab suci.

Terbatasnya kemampuan akal kita menyebabkan kita membutuhkan justifikasi dari-Nya, apakah yang dicapai akal ini benar menurut-Nya atau tidak. Kita membutuhkan wahyu agar kita bisa mendapatkan kebenaran hakiki.

3. Wahyu

Tuhan yang telah menciptakan manusia, tentu Dia tidak akan membiarkannya begitu saja tinggal di dunia ini tanpa petunjuk. Maka Dia menurunkan petunjuk-Nya yang berupa firman-firman Tuhan yang disebut wahyu untuk  membimbing manusia agar tidak tersesat. Kumpulan firman Tuhan (wahyu) inilah yang kemudian menjadi Kitab Suci sebagai pedoman hidup bagi para pemeluk agama.

Bekal rasa dan rasio manusia tidak terjamin ‘keakuratannya’ untuk mencapai konsep ketuhanan yang paling benar. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan rasa dan rasio yang hanya menafsirkan sesuatu berdasarkan pengalaman empirisnya. Ketika sesuatu itu berada di luar pengalaman empirisnya, maka rasa dan rasio tidak dapat menjangkaunya.

Contoh sederhananya adalah, ketika saya mengatakan kepada orang di pedalaman Afrika bahwa ada benda yang ketika dijatuhkan tidak jatuh ke bawah tetapi justeru ke atas, tentu mereka tidak akan percaya karena mereka belum pernah merasakan pengalaman empirisnya. Yang mereka tahu sebuah benda ketika dijatuhkan akan  turun ke bawah, bukan naik ke atas. Mereka belum pernah mengalami atau melihat hal itu, sehingga akal mereka tidak akan memahaminya. Padahal bagi kita yang hidup di kota, itu adalah hal biasa. Anak-anak di kota biasa memegang balon yang ketika dijatuhkan ke bawah justeru terbang ke atas. Ini menunjukkan bahwa akal memiliki kemampuan terbatas pada pengalaman empirisnya.  

Hati manusia juga memiliki keterbatasan, hanya bisa memahami apa yang menjadi pengalaman empirisnya. Ketika saya menanyakan kepada anak kecil usia tiga tahun bagaimana rasanya jatuh cinta, tentu dia tidak mampu menjelaskan karena belum pernah merasakannya. Demikian juga ketika saya tanyakan bagaimana rasanya putus cinta, tentu dia juga tidak akan mampu menjelaskannya karena memang belum pernah merasakannya. Ini menunjukkan bahwa akal dan hati manusia memiliki keterbatasan sesuai dengan pengalaman empirisnya. Mereka tidak mampu menjangkau apa yang diluar pengalaman empirisnya.

Sama halnya ketika kita diminta untuk mengetahui hakikat Tuhan, kita tidak akan mampu, karena Tuhan adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan  manusia. Manusia hanya dapat berusaha untuk ‘mendekati’-Nya. Namun pendekatan yang dilakukan manusia dengan menggunakan rasa dan rasio masih terbuka kesalahan. Sebab, pendekatan ini masih bersifat subjektif dari sudut pandang manusia.  Agar proses pendekatan konsep Tuhan tidak salah, maka harus dibimbing oleh petunjuk dari Tuhan itu sendiri yang berupa wahyu dalam kitab suci. Tuhan adalah yang paling tahu tentang siapa diri-Nya, maka Dia menjelaskan diri-Nya dalam kitab suci itu.

Manusia untuk mengetahui tentang Tuhan, selain menggunakan rasa dan rasio dia juga harus menggunakan bimbingan dari wahyu agar memperoleh kebenaran yang hakiki. 

 Tuhan yang telah menciptakan rasa dan rasio untuk manusia, Tuhan pulalah yang telah menurunkan wahyu untuk pedoman hidup manusia, maka konsep Tuhan yang diperoleh rasa, rasio dan wahyu akan sama, saling mendukung dan menguatkan. Karena ketiganya sama-sama berasal dari Tuhan. Apabila ada ketidak cocokan konsep Tuhan antara rasa, rasio dan wahyu dalam kitab suci, maka itu pasti bukan berasal dari Tuhan.

Untuk mengetahui kebenaran konsep ketuhanan dalam ajaran agama, maka kita bisa membandingkan konsep ketuhanan yang ada dalam kitab suci dengan konsep Tuhan yang telah dicapai akal. Pembandingan ini bukan berarti menempatkan akal lebih tinggi dari wahyu, namun adalah agar kita bisa memanfaatkan karunia akal yang diberikan-Nya untuk mencapai kebenaran. Sehingga apa yang kita anggap benar tentang Tuhan, bukanlah sekedar dogma-dogma, tetapi adalah kebenaran hakiki. Dengan demikian hati (perasaan) kita akan menjadi tenang, karena kita mencapai kebenaran Tuhan yang sesuai antara rasa, rasio dan wahyu.

Minggu, 11 Desember 2022

FOTO SINTESIS DAN KESEIMBANGAN ALAM SEBAGAI BUKTI ADANYA TUHAN


 Oleh : Triat Adi Yuwono

Tumbuhan memproduksi makanan dengan melakukan proses fotosintesis. Agar dapat melakukan fotosintesis, tumbuhan membutuhkan klorofil (zat hijau daun), sinar matahari, air dari tanah (yang mengandung Nitrogen, Phospor, Kalium, kalsium, magnesium dan lainnya) serta gas karbon dioksida (CO2) dari udara.

Selain makanan, fotosintesis juga menghasilkan Oksigen yang dilepaskan ke alam. Oksigen ini dibutuhkan oleh hewan dan manusia untuk bernafas. Dalam proses pernapasannya manusia dan hewan mengeluarkan karbon dioksida. Kemudian karbon dioksida ini digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis. Begitu seterusnya siklus ini berjalan dengan teratur.

Dari proses fotosintesis yang dilakukan, tumbuhan menghasilkan makanan untuk pertumbuhannya. Tumbuhan menghasilkan batang, daun dan buah yang dibutuhkan manusia dan hewan sebagai makanannya. Setelah makan, manusia dan hewan akan menghasilkan kotoran sebagai sisa dari proses pencernaan. Kotoran itu akan dikeluarkan ke lingkungan dan diuraikan oleh mikroba. Penguraian kotoran oleh mikroba itu akan menjadi unsur-unsur hara di dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan.  Unsur-unsur hara itu kemudian akan diserap oleh tumbuhan, sehingga bisa melakukan proses fotosintesis.

Proses fotosintesis menunjukkan adanya keteraturan dan keseimbangan serta saling keterkaitan di alam antara tumbuhan, hewan dan manusia. Sipakah yang dengan sangat cerdas mengatur keseimbangan dan saling keterkaitan antara tumbuhan, hewan dan manusia ini? Mungkinkah hal ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang merancang? Tentu tidak mungkin, pasti ada yang mengatur keseimbangan antara tumbuhan, hewan dan manusia ini, yaitu Tuhan.

Sabtu, 20 Agustus 2022

KEAJAIBAN PENCIPTAAN PADA TUMBUHAN PADANG PASIR

Oleh : Triat Adi Yuwono



Kita mengetahui bahwa makhluk hidup membutuhkan air, termasuk tumbuhan yang hidup di padang pasir. Daerah padang pasir merupakan daerah gersang yang sedikit memiliki air, maka tumbuhan padang pasir memiliki sistem yang menakjubkan agat ia bisa tetap bertahan hidup di lingkungan yang seperti itu.

Tumbuhan padang pasir memiliki sistem perakaran yang menghujam ke dalam bumi sampai berpuluh-puluh meter agar bisa menjangkau air di dalam bumi. Selain itu, akar yang dalam menjaga tumbuhan tetap kokoh jika terjadi badai pasir.  Jaringan akar permukaan tumbuhan ini dapat menyebar luas dan mampu menyerap air yang jatuh di pasir. Kadar tekanan osmosis tumbuhan padang pasir juga sangat tinggi sekali sehingga memiliki kemampuan menyerap air melebihi tumbuhan-tumbuhan lain.  

Tanaman padang pasir memiliki sel-sel penyimpanan yang besar yang mengandung zat berlendir dan bergetah untuk menyimpan air. Zat-zat itu mampu menyerap air dan mencegah keluarnya air kecuali untuk digunakan tumbuhan itu sendiri. Dengan demikian tumbuhan padang pasir tidak kehilangan air yang telah disimpan dalam sel-selnya.

Tumbuhan padang pasir memiliki daun yang kecil untuk mencegah terjadinya penguapan yang berlebih. Saat air tidak ditemukan di dalam porinya, tumbuhan ini akan melepaskan daunnya. Daun itu berguguran sebelum musim kering tiba. Fungsi daun kemudian digantikan oleh tangkai daun yang telah memipih dan memiliki lapisan lilin sehingga air tidak bisa tembus keluar.

Tangkai daun ini memiliki satuan-satuan kloropas, zat hijau daun (klorofil) serta alat-alat untuk melakukan fotosintesis yang digunakan untuk membuat makanan. Dengan demikian tumbuhan padang pasir mampu bertahan hidup di tempat yang tandus dan kurang air, dengan suhu yang sangat panas dan cahaya matahari yang menyengat.

Tumbuhan padang pasir memiliki sistem yang sempurna untuk mendukung kehidupannya. Dari mana tanaman itu tahu bahwa ia harus melengkapi dirinya dengan zat berlendir dan getah untuk menyimpan air? Siapakah yang menyiapkan tumbuhan padang pasir agar bisa bertahan hidup di daerah tandus dan sangat panas? Mungkinkah ia berpikir sendiri? Tentu tidak, karena tumbuhan tidak berakal. Tentu ada yang menyiapkan dan menciptakan tumbuhan padang pasir agar ia bisa hidup di daerah tandus dan sangat panas itu, yaitu Tuhan.

 


Selasa, 26 Juli 2022

TERATAI AMAZON DAN KEAJAIBAN PENCIPTAAN

 

Sungai Amazon merupakan salah satu sungai terpanjang di dunia yang merupakan tempat hidup banyak biota, diantaranya adalah teratai Amazon. Teratai Amazon tumbuh dalam lumpur di dasar sungai yang dalam. Dasar sungai ini kurang mendapatkan cahaya matahari yang sangat penting bagi kelangsungan hidup teratai. Untuk mendapatkan cahaya matahari ini, teratai menjulurkan tangkainya dari akar yang berada di dasar sungai sampai ke permukaan sungai. Setelah sampai di permukaan sungai maka tangkai ini berhenti tumbuh dan mengembangkan pucuk bundar yang kemudian menjadi daun-daun yang sangat lebar. Melalui daun-daun inilah teratai memanfaatkan sinar matahari pada siang hari dan menggunakannya untuk proses fotosintesis.

Bagaimana tunas teratai yang baru mengawali hidupnya dalam lumpur di dasar sungai Amazon tahu bahwa dia membutuhkan cahaya matahari untuk kelangsungan hidupnya? Mengapa tangkai teratai tidak tumbuh ke samping, tetapi justeru terus tumbuh ke atas hingga mencapai permukaan? Bagaimana dia tahu bawa air sungai itu memiliki permukaan dan ada cahaya matahari yang ia butuhkan di atasnya? Bagaimana teratai bisa memiliki ’strategi’ tidak  mengembangkan pucuk daunnya di dalam air, dan baru mengembangkannya setelah mencapai permukaan air? Apakah teratai mengetahui itu semua sendiri, padahal dia tidak memiliki akal? Sipakah yang memberitahukan dan mengajarkan itu semua kepada teratai? Yang memberi tahu dan mengajarkan adalah Tuhan.

Selasa, 29 Maret 2022

DNA DAN KEAJAIBAN PENCIPTAAN


 Oleh : Triat Adi Yuwono

Manusia tersusun atas milyaran sel. Satu sel dari tubuh manusia berisi informasi tiga atau empat kali lebih banyak dibandingkan dengan 30 volume Encyclopedia Britannica[1]. Jumlah sel pada tubuh manusia lebih dari 100 miliar dengan diameter rata-rata 10 mikron (1 mikron =10-6 m). Pada setiap sel terdapat nukleus (inti sel) yang terletak pada pusat sel. Pada nukleus terdapat molekul DNA yang membawa informasi tentang perkembangan manusia secara detail dari dalam rahim ibu sampai dilahirkan. Tinggi badan, warna kulit, golongan darah, bentuk wajah, jenis rambut dan lainnya  telah dikodekan dalam DNA itu.

Banyaknya informasi yang ada pada DNA sangat menakjubkan. Materi yang sangat kecil ini ternyata memiliki peran yang sangat vital dalam pembentukan tubuh manusia. Siapakah yang menanamkan informasi genetik yang demikian banyak itu dalam DNA yang sangat kecil? Siapakah yang mengatur sel-sel itu agar berkembang sesuai dengan kode-kode genetik yang ada pada DNA tanpa melakukan kesalahan? Bagaimanakah sel-sel yang tidak berakal itu kemudian bisa menjadi manusia sempurna yang berakal budi? Apakah manusia yang menciptakan dirinya sendiri sesuai dengan kehendaknya? Tentu tidak. Pasti ada yang mengatur dan menciptakan itu semua. Yang mengatur dan menciptakan itu semua adalah Tuhan, Dzat Yang Maha Pencipta lagi Maha Cerdas.



[1] Abdul Khafi Syatra. 2011. Misteri DNA Manusia : Mengungkap Kuasa Ilahiah Paling Misterius dalam Tubuh Manusia.FlashBooks: Jogjakarta, hal : 143

Minggu, 13 Maret 2022

SISTEM KEKEBALAN TUBUH DAN KEAJAIBAN PENCIPTAAN


Oleh : Triat Adi Yuwono

Manusia tidak bisa lepas dari lingkungan sekitarnya, yang di sana  terdapat berbagai macam bakteri dan virus berbahaya yang siap menyerang manusia sepanjang waktu. Bakteri dan virus ini bisa menyebabkan manusia mengalami sakit bahkan meninggal dunia. Namun, manusia mempunyai sistem kekebalan tubuh yang bekerja setiap saat untuk melindungi tubuh dari serangan bakteri dan virus itu, bahkan ketika kita sedang tidur sekalipun. Mereka terus-menerus bekerja tanpa kita sadari. Mereka mampu ‘mengetahui’ masuknya sel-sel yang berbahaya bagi tubuh dan kemudian melumpuhkannya.

Sistem kekebalan tubuh itu bekerja secara terus menerus tanpa kita menyuruh dan mengawasinya. Siapakah yang membuat dan mengatur sistem kekebalan tubuh itu? Bukan kita yang membuatnya, bahkan seringkali kita tidak menyadari keberadaan dan kerja mereka, namun Tuhanlah yang menciptakan dan mengatur sistem itu bagi kita.

 

Kamis, 10 Maret 2022

MATA MANUSIA DAN KEAJAIBAN PENCIPTAAN

                     

Oleh : Triat Adi Yuwono

Mata adalah indera yang sangat penting bagi manusia. Dengan menggunakan mata, maka manusia bisa melihat lingkungan sekitarnya.

Mata dapat melihat karena semua organ penglihatan bekerja secara serasi. Apabila salah satu organ rusak, maka mata tidak bisa berfungsi sebagai indera penglihatan. Misalkan kelopak mata rusak, meskipun masih terdapat kornea, retina, lensa, kelenjar air mata dan lainnya, maka organ-organ itupun akan segera rusak dan kehilangan fungsi penglihatannya. Demikian juga ketika produksi air mata berhenti, maka mata akan menjadi kering dan mengalami kebutaan.

Mata memiliki sistem yang rumit dan kesemuanya bekerja bersama-sama. Apabila salah satu tidak bekerja, maka mata tidak akan bisa melihat. Keserasian ini tentulah tidak muncul dengan sendirinya secara bertahap, tetapi diciptakan sebagai suatu sistem yang utuh. Dan yang menciptakan mata bukanlah manusia, karena banyak dari mereka yang bahkan tidak mengetahui bagaimana mata ini bekerja, sehingga mustahil mereka yang meletakkan pada tubuhnya sendiri. Tuhanlah yang telah menciptakan mata secara sempurna dan meletakkannya pada tubuh manusia.

Senin, 07 Maret 2022

KEAJAIBAN ATMOSFER BUMI DAN KEBERADAAN TUHAN


 Oleh : Triat Adi Yuwono

Usia bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun. Bumi mengalami proses yang sangat penjang sampai akhirnya bisa dihuni oleh makhluk hidup.

Awalnya bumi sangat panas dan belum memiliki atmosfer, kemudian dengan berjalannya waktu semakin mendingin sehingga terjadilah kerak bumi dan muncul gunung-gunung berapi dipermukaannya. Adanya gaya grafitasi mencegah gas-gas dari bumi terlepas ke luar angkasa. Gas-gas tersebut menyelimuti bumi dan jadilah atmosfer. Dahulu atmosfer terdiri dari hidrogen sulfida, metana dan karbon dioksida yang lebih banyak 10 hingga 200 kali lipat dari saat ini.

Pada sekitar 3 milyar tahun lalu muncullah makhluk hidup bersel satu yang mampu melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan sinar matahari, air serta karbondioksida dan mengubahnya menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan adanya fotosintesis, maka jumlah oksigen di atmosferpun semakin meningkat. Saat ini atmosfer bumi terdiri dari sekitar 21 persen Oksigen, 78 persen Nitrogen dan 1 persen gas-gas yang lain. Adanya Oksigen menyebabkan bumi bisa mendukung kehidupan.

Atmosfer menyelimuti bumi dan melindunginya dari meteor-meteor besar yang akan  menghantam bumi. Meteor-meteor itu terbakar di atmosfer sebelum sampai ke permukaan bumi, sehingga tidak membahayakan kehidupan di atasnya.

Atmosfer juga melindungi bumi dari panas matahari yang ekstrem. Atmosfer menyerap sebagian sinar matahari dan memantulkan sinar matahari yang lain ke luar angkasa. Dengan demikian suhu di permukaan bumi menjadi hangat dan dapat mendukung kehidupan, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.

Apa jadinya jika bumi tidak memiliki atmosfer? Bumi akan dibombardir oleh meteor-meteor yang menabraknya dan kehidupan di atas bumi akan hancur. Apa jadinya jika atmosfer menyerap semua sinar matahari? Suhu bumi akan menjadi sangat panas dan tidak memungkinkan adanya kehidupan di atasnya. Apa jadinya jika atmosfer memantulkan seluruh sinar matahari tanpa ada yang diserapnya? Bumi akan sangat dingin dan membeku sehingga tidak memungkinkan ada kehidupan. Mengapa atmosfer bisa dengan seimbang menyerap dan memantulkan sinar matahari untuk mendukung kehidupan? Mungkinkah ini terjadi secara kebetulan? Mungkinkah atmosfer mengatur komposisinya sendiri untuk mendukung kehidupan di bumi? Tentu tidak, pasti ada yang menciptakan dan mengatur atmosfer agar bisa mendukung kehidupan di permukaan bumi. Yang menciptakan dan mengatur atmosfer adalah Tuhan Yang Maha Pencipta.

Minggu, 06 Maret 2022

KESEIMBANGAN BUMI DAN KEBERADAAN TUHAN



 Oleh : Triat Adi Yuwono

Jarak bumi terhadap matahari sekitar 150.000 km. Jarak ini adalah jarak yang paling ideal agar bumi bisa ditempati sebagai tempat hidup. Apabila bumi jaraknya lebih dekat sedikit saja kepada matahari, niscaya bumi sudah terbakar panasnya matahari dan jika bumi jaraknya lebih jauh sedikit saja dari matahari niscaya bumi akan membeku dan tidak ada kehidupan. Jarak bumi terhadap matahari ini adalah jarak yang paling tepat sehingga bisa mendukung adanya kehidupan di atasnya.

Bumi juga mengalami rotasi, yaitu berputar pada porosnya. Dengan adanya rotasi bumi maka terjadi pergantian bagian yang terkena cahaya matahari dan yang tidak terkena cahaya matahari. Wilayah bumi yang terkena cahaya matahari mengalami siang hari dan yang tidak terkena cahaya matahari dalam keadaan malam hari. Apa jadinya jika bumi tidak berotasi? Hanya wilayah yang menghadap matahari saja yang terkena cahaya, sedangkan wilayah lain dibelakangnya tidak terkena cahaya matahari. Wilayah yang terkena cahaya matahari akan merasakan siang terus menerus sedangkan wilayah yang tidak terkena cahaya matahari akan merasakan malam terus menerus. Jika ini terjadi, maka daerah yang terkena cahaya matahari  akan mengalami panas yang mencapai 100 derajat celcius dan tidak ada sungai serta danau karena airnya menguap. Sedangkan di daerah yang tidak terkena cahaya matahari akan dingin dan gelap, sehingga tumbuhan tidak bisa melakukan fotosintesis dan tidak ada oksigen yang dihasilkan. Maka kehidupanpun tidak bisa berlangsung di permukaan bumi.

Siapakah yang mengatur ketelitian jarak bumi terhadap matahari? Sipakah yang mengatur agar bumi berputar pada porosnya sehingga kehidupan bisa berlangsung di atasnya? Mungkinkah bumi mengatur posisinya sendiri terhadap matahari, padahal bumi adalah benda yang tidak berakal? Tentu tidak mungkin, pasti ada yang mengatur posisi bumi terhadap matahari. Yang mengatur posisi bumi terhadap matahari dengan cermat dan tepat adalah Tuhan Yang Maha Pencipta.

TEORI BIG BANG DAN KEBERADAAN TUHAN


  Oleh : Triat Adi Yuwono

Salah satu pertanyaan yang ingin diketahui oleh manusia jawabannya selama ribuan tahun adalah tentang bagaimana alam semesta ini ada. Berbagai mitologipun berkembang untuk menjelaskan asal muasal alam semesta ini. Berbagai keyakinan dan pemikiran dari berbagai bangsa dan budaya juga tidak luput membahas  hal ini. Tidak hanya para teolog dan filsuf, para ilmuwanpun ingin mengetahui bagaimana alam semesta ini ada, maka kemudian disusunlah berbagai teori dan juga penelitian untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan itu.

Pada tahun 1929 Edwin Hubble menggunakan teropong bintang terbesar di dunia untuk mengamati galaksi-galaksi di alam. Dari hasil pengamatannya diketahui bahwa ternyata galaksi-galaksi tersebut bergerak saling menjauh, hal ini menunjukkan  bahwa alam semesta mengembang!   Jika waktu ditarik ke belakang, maka dapat disimpulkan bahwa dahulu alam semesta ini berasal dari satu titik yang meledak hingga terus berkembang sampai saat ini. Teori inilah yang disebut dengan teori big bang (Ledakan Dahsyat/ Dentuman Besar).

Dari teori ini diketahui bahwa alam semesta ini memiliki permulaan dengan adanya peristiwa ledakan dahsyat yang terjadi sekitar 20 milyar tahun lalu. Dari ledakan itulah kemudian terbentuk bintang-bintang, planet-planet dan galaksi-galaksi selama milyaran tahun. Masing-masing beredar dalam orbitnya dan masih terus mengembang sampai hari ini tanpa mengalami kehancuran.

Ledakan sangat panas yang menjadi awal kelahiran alam semesta  pada saat peristiwa big bang diharapkan masih meninggalkan jejaknya di alam. Maka para ilmuwanpun berusaha mencari bukti sisa-sisa dari peristiwa ini. Pada tahun 1964 Wilson dan Penzias dalam observasinya menemukan sisa-sisa radiasi panas yang dipancarkan saat terjadinya big bang di seluruh penjuru alam raya. Ditemukannya bukti sisa radiasi dari ledakan ini menjadikan para ilmuwan menerima teori big bang sebagai teori terbentuknya alam semesta.

Alam semesta yang memiliki permulaan, yang dahulu tidak ada dan kemudian menjadi ada, tentu ada yang menciptakannya. Tidak mungkin alam semesta yang tidak memiliki kesadaran, mengadakan dirinya sendiri. Lalu, siapakah yang menciptakan alam semesta ini sehingga menjadi ada? Yang menciptakan alam semesta ini adalah Tuhan, Dzat Pencipta sebagai sumber awal dan sebab dari segala sesuatu.

Pada peristiwa big bang, terjadi ledakan sangat dahsyat yang pada satu detik setelah penciptaan temperaturnya diperkirakan mencapai 10 milyar derajat[1]. Setiap peristiwa ledakan cenderung menyebabkan ketidak teraturan, cerai berai dan kerusakan. Namun ledakan yang terjadi pada peristiwa big bang berbeda, ledakan itu menghasilkan tatanan yang teratur. Hasil dari ledakan itu adalah terbentuknya planet-planet, bintang-bintang, sistem tata surya dan galaksi-galaksi yang masing-masing beredar menurut orbitnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang mengontrol ledakan itu sehingga bisa membuat hasil ledakan big bang tersebut menjadi sesuatu yang teratur dan begitu seimbang. Tidak mungkin hasil ledakan big bang yang teratur itu adalah hanya kebetulan saja. Peluang peristiwa big bang terjadi secara kebetulan adalah sebagaimana peluang ledakan sebuah petasan yang sisa kertas ledakannya menjadi poster seorang artis cantik. Alias mustahil. Maka siapakah yang mengatur dan mengontrol ledakan big bang itu? Tentu yang mengatur dan mengontrol ledakan itu adalah Dzat Yang Maha Hebat, Dia itu adalah Tuhan. Dia pulalah yang telah menciptakan hukum gravitasi dan hukum-hukum fisika lain yang menyebabkan hasil dari ledakan big bang tidak berhamburan.   

Laju dari ledakan big bang sangat mendekati angka kritis. Perbedaan yang sangat kecil pada lajunya akan menyebabkan kehancuran.  Jika laju pengembangan satu detik setelah Dentuman Besar lebih kecil dari satu per seratus ribu juta (1:100.000.000.000 atau satu per seratus milyar), maka alam semesta akan runtuh kembali sebelum mencapai ukurannya seperti sekarang[2]. Jika laju pengembangan satu detik setelah Dentuman Besar lebih besar dari harga kritis, maka alam semesta akan terlalu mengembang yang akan menjadikannya hancur berhamburan. Hal ini menunjukkan bahwa ada Dzat yang mengatur secara cermat dan tepat peristiwa big bang sehingga ledakan itu menghasilkan tatanan alam semesta yang teratur dan seimbang seperti ini. Siapakah yang mengatur itu semua? Yang mengatur  itu adalah Tuhan Dzat Yang Maha Cerdas.  Tuhan-lah yang telah mengatur peristiwa big bang dengan sangat cermat sehingga tidak terjadi kesalahan sedikitpun dalam penciptaan-Nya. ”Tuhan tidak bermain dadu”, kata Albert Einstein.

Persitiwa big bang menunjukkan bahwa ada yang merancang dan menciptakan alam semesta. Sang perancang dan pencipta alam semesta itu adalah Tuhan.



[1] Paul Davies. 2006. Mencari Tuhan dengan Fisika Baru. Penerbit Nuansa: Bandung, hal:39

 [2] Stepen W. Hawking. 2016. Teori Segala Sesuatu. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal :87.