Rabu, 12 Oktober 2016

BANTAHAN TEORI: TUHAN ADA KARENA PIKIRAN MANUSIA



Hasil gambar untuk PIKIRAN
Oleh : Triat Adi Yuwono
Rene Descartes pernah mengatakan: Cogito, ergo sum: Saya berfikir maka saya ada[1]. Sebagian orang kemudian menggunakan perkataan Rene Descartes sebagai teori yang mendukung pendapat bahwa segala sesuatu ada karena kita berfikir. Ketika kita sedang tidak berfikir, maka sesuatu itu tidak ada. Buku dihadapan kita ada karena kita sedang berfikir. Ketika kita sedang tidur, apakah buku itu ada bagi kita? Tidak ada. Benda-benda di sekitar kita ada karena kita berfikir, ketika kita sedang pingsan maka benda-benda itu bagi kita tidak ada. Termasuk juga Tuhan, Tuhan ada karena kita berfikir. Kalau kita sedang berfikir tentang Tuhan maka Tuhan ada, sedangkan kalau kita tidak berfikir tentang Tuhan, maka Tuhan tidak ada. Tuhan hanyalah hasil pemikiran manusia. Manusia menciptakan ide tentang Tuhan karena ketidakmampuannya memahami dan menghadapi fenomena alam. Saat ini ilmu pengetahuan telah maju, manusia sudah mampu memahami dan menghadapi berbagai fenomena alam, maka pemikiran tentang adanya Tuhan sudah layak dibuang dalam tong sampah sejarah.
Hermann Cohen (1842-1918) di dalam bukunya The Religion of Reason Drawn from the Sources of Judaism (diterbitkan secara anumerta pada tahun 1919) menyatakan bahwa Tuhan hanyalah sebuah ide yang dibentuk oleh pikiran manusia, sebuah simbol cita-cita etik. Sebuah gagasan etik semata –semacam “Tuhan”- tidak akan bisa membuat hati kita merasa tenang.[2]
Bantahan:
Berfikir itu merubah dari tidak tahu menjadi tahu. Berfikir tidaklah menjadikan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Contohnya, berfikirlah bahwa dihadapan kita ada sebuah mangkok yang berisi makanan yang enak. Setelah kita berfikir demikian sekuat tenaga, apakah mangkok yang berisi makanan enak itu tiba-tiba menjadi ada dihadapan kita? Tentu saja tidak, karena berfikir memang tidak menjadikan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Namun berfikir akan bisa menjadikan kita tahu, dari yang sebelumnya tidak tahu.
Tuhan ada bukan karena kita berfikir tentang Dia, tetapi Dia memang sejatinya ada. Kita berfikir tentang Dia atau tidak, Dia akan tetap ada. Bukti keberadaan-Nya adalah adanya alam semesta ini. Alam semesta yang begitu seimbang dan teratur menunjukkan bahwa ada Dzat yang mengaturnya, Dialah Tuhan.
Manusia dengan akal pikirannya memang telah menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu maju dan mempermudah kehidupan. Manusia mampu memahami, menjelaskan dan menghadapi fenomena alam. Namun kemampuan itu adalah atas izin Tuhan. Masih banyak hal yang belum dipahami, belum bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, diantaranya adalah masalah nyawa dan ruh yang menyebabkan manusia hidup dan memiliki kesadaran. Sampai saat ini tidak ada satu ilmuwanpun yang mampu menjelaskan tentang hakikat nyawa dan ruh. Tidak ada satu teknologipun hasil pikir manusia yang mampu membuat nyawa dan ruh. Manusia tidak akan bisa menciptakan makhluk hidup, meskipun makhluk yang paling sederhana sekalipun.
Ilmu pengetahuan dan teknologi memang telah mempermudah manusia. Manusia mampu menghadapi berbagai fenomena alam. Ketika cuaca dingin manusia bisa mengatasinya dengan membuat penghangat ruangan, ketika cuaca panas manusia mampu membuat pendingin ruangan. Keinginan manusia untuk mengarungi lautan bisa diwujudkan dengan membuat kapal laut, keinginannya untuk terbang bisa diwujudkan dengan membuat pesawat terbang, ketika terjadi kekeringan pada musim kemarau bisa diatasi dengan membuat hujan buatan, dan sebagainya. Namun tidak semua fenomena alam bisa diatasi dengan kemampuan akal pikiran manusia.
Manusia menginginkan umur yang panjang, kalau bisa bahkan ingin hidup selamanya. Namun apakah manusia bisa mencegah datangnya kematian ? Adakah teknologi yang bisa mengusir maut ? Tidak ! Demikian juga fenomena bencana alam, manusia tidak kuasa untuk menghentikan tsunami, gunung meletus dan gempa bumi. Buah akal pikiran manusia tidak mampu mengatasinya. Ini menunjukkan bahwa akal pikiran kita terbatas.
Tuhan menciptakan akal pikiran manusia memiliki keterbatasan, agar kita mau mengakui bahwa ada yang tidak terbatas, ada yang maha kuasa atas segalanya. Dia-lah Tuhan.




[1] Zainal Abidin. 2000. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat. Remaja Rosdakarya: Bandung. Hal: 48 dan Karen Armstrong. 2014. Sejarah Tuhan. Mizan Media Utama:Bandung, Hal:447
[2] Karen Armstrong. 2014. Sejarah Tuhan. Mizan Media Utama:Bandung, hal:544

Tidak ada komentar:

Posting Komentar