Kamis, 27 Oktober 2016

SARANA MENCARI KONSEP TUHAN




Oleh : Triat Adi Yuwono
Tuhan yang menciptakan segala sesuatu tentulah merupakan ‘sesuatu’ di atas segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh manusia karena kemutlakannya. Manusia sebagai makhluk tidak akan mungkin dapat menjangkau sang penciptanya. Sebagaimana komputer sebagai hasil buatan yang tidak mungkin menjangkau manusia yang membuatnya.
Manusia yang fana, tidak mungkin menjangkau Tuhan yang mutlak. Tidak akan ada akal atau alat dengan teknologi secangih apapun yang dapat mengungkap, seperti apakah hakikat Tuhan itu? Karena kemutlakan dan ketidak terjangkauannya itulah, maka kita hanya dapat melakukan pendekatan terhadap ‘konsep Tuhan’.
Cara yang paling logis untuk mencoba mendefinisikan ‘konsep Tuhan’ tentu dengan menggunakan bekal paling awal yang telah diberikan-Nya kepada setiap manusia, yaitu berupa RASA (perasaan) dan RASIO (akal). Namun karena adanya keterbatasan rasa dan rasio, maka kita membutuhkan petunjuk yang diturunkan oleh Dia sendiri ke dunia yang berupa wahyu (firman-firman Tuhan).
1.   Rasa (Hati)
Setiap manusia menginginkan kebahagiaan, yaitu ketenangan hati. Tidak ada manusia yang menginginkan hatinya gelisah, tidak tenang, tidak bahagia. Maka manusia secara naluriah akan mencari sesuatu yang membuat hatinya bahagia dan tenang.
Hati yang bersih yang tidak terkotori oleh hawa nafsu akan  mengakui akan keberadaan suatu Dzat yang menciptakan, mengatur dan menguasai alam raya.  Dia akan mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Tuhan.
Dalam kondisi normal kadang kesadaran akan adanya Tuhan  ini tertutup. Namun dalam kondisi bahaya, takut dan mencekam, manusia secara naluri akan memohon kepada sesuatu yang lebih kuat atas dirinya, meminta kepada sesuatu yang berkuasa atas alam untuk bisa menolongnya. Dia akan berdoa dan berlindung kepada Tuhan.
Dengan meyakini adanya Tuhan, manusia akan memiliki perasaan tenang. Namun manusia tidak puas hanya dengan meyakini tentang keberadaan Tuhan saja. Ia ingin tahu bagaimana Tuhan itu ? Ia ingin tahu bagaimana karakter Tuhan, agar dia tidak meyakini tuhan yang salah karena faktanya manusia menyembah tuhan yang berbeda-beda. Dengan mengetahui Tuhan yang benar maka dia bisa memperoleh kebahagiaan hakiki, bukan kebahagiaan atau ketenangan yang semu. Untuk mengetahui karakter Tuhan, maka manusia mencari bagaimana konsep Tuhan dengan menggunakan akalnya.
2.   Rasio (Akal)
Perasaan kita akan tenang ketika apa yang kita yakini benar. Untuk mencapai kebenaran itu kita bisa menggunakan akal kita. Namun kita tetap membutuhkan wahyu dari Tuhan untuk menguatkan kebenaran yang dicapai akal.
Sesuatu, apapun itu, harus punya karakter atau ciri khas, supaya mudah dikenali dan tidak tertukar dengan yang lain. Termasuk pula Tuhan. Tuhan juga pasti memiliki karakter atau ciri khas yang menyebabkan Dia ‘layak’ sebagai Tuhan. Jangan sampai yang bukan Tuhan justeru salah dijadikan sebagai Tuhan. Lantas, seperti apakah karakter Tuhan yang bisa diterima oleh logika, objektif dan tentu saja harus sesuai dengan firman-Nya (wahyu) ?
a.   Absolute
Karakter Tuhan yang pertama adalah ABSOLUTE (mutlak).
‘Sesuatu’  yang dikatakan sebagai Tuhan tentu haruslah paling hebat, paling kuat, paling berkuasa di atas segalanya dan tidak tergantung atau dipengaruhi oleh ‘sesuatu’ yang lain.
Buat apa jadi tuhan kalau ia punya kekuasaan atau kekuatan yang masih tertandingi. Tanyakanlah kepada setiap orang yang beragama, pasti mereka sepakat bahwa tuhan mereka haruslah yang paling hebat, paling kuat, paling berkuasa di atas segalanya. Adakah yang ingin tuhannya lemah, mudah kalah, tidak memiliki kuasa? Tentu saja tidak.
b.   Distinct
Karakter Tuhan yang kedua adalah DISTINCT (tidak ada yang menyamai).
Jika tuhan itu haruslah yang paling hebat, paling kuat dan paling segalanya, pastilah Dia tidak ada yang menyamai, Dia berbeda dengan yang lain, dalam segala hal. Kalau masih ada yang menyamai berarti ia bukan yang paling hebat, bukan yang paling kuat, apalagi mutlak (maha segalanya). Maka sesuatu yang masih ada yang menyamai, ia tidak layak dijadikan sebagai Tuhan.
c.    Unique
Tuhan yang memiliki karakter DISTINCT, tidak ada yang menyamai, berbeda dengan yang lainnya, maka pastilah jumlahnya hanya ada satu. Maka karakter Tuhan selanjutnya adalah UNIQUE, yang berarti hanya ada satu-satunya, esa, tunggal.
Kepercayaan tentang adanya satu Tuhan (monoteisme) merupakan awal kepercayaan manusia. Kepercayaan terhadap satu Tuhan Tertinggi masih terlihat dalam agama suku-suku pribumi Afrika.[1]
Ketiga karakter tuhan ini (Absolute, Distinct dan Unique) harus dimiliki semuanya. Tidak mungkin hanya ada salah satu atau dua karakter saja. Inilah konsep Tuhan yang bisa dijangkau oleh akal. Akal manusia tidak bisa menjangkau melebihi ini. Manusia tidak bisa mengetahui hakikat siapa Tuhannya. Maka manusia perlu mengetahui siapa Dia melalui wahyu (firman-firman Tuhan)  yang tertuang dalam kitab suci.
3.   Wahyu
Tuhan yang telah menciptakan manusia, tentu Dia tidak akan membiarkannya begitu saja tinggal di dunia. Ia akan membimbing manusia agar tidak tersesat, maka Dia menurunkan petunjuk-Nya yang berupa firman-firman Tuhan yang disebut wahyu. Kumpulan firman Tuhan (wahyu) inilah yang kemudian menjadi Kitab Suci sebagai pedoman hidup para pemeluk agama.
Bekal rasa dan rasio manusia tidak terjamin ‘keakuratannya’ untuk mencapai konsep ketuhanan yang paling benar. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan rasa dan rasio yang hanya menafsirkan sesuatu berdasarkan pengalaman empirisnya. Ketika sesuatu itu berada di luar jangkauan pengalaman empirisnya, maka rasa dan rasio tidak dapat menjangkaunya.
Contoh sederhananya adalah, ketika seseorang diminta untuk melukis atau menggambarkan seorang gadis yang paling cantik, maka ia akan menggambarkan ‘unsur’ gadis itu berdasarkan apa yang pernah dilihat, dialami atau diketahuinya.
-           Rambutnya : Ikal, lurus, pendek atau panjang tergerai. Warnanya hitam legam atau pirang.
-           Hidungnya : mancung, bangir atau agak pesek.
-           Matanya : tajam, hitam atau biru.
-           Dan lain sebagainya.
Bukankah semua ciri tersebut pernah dilihat dan diketahuinya ? Seandainya permintaannya diganti dengan melukis atau menggambarkan gadis cantik yang belum pernah dilihat, tentu dia tidak akan mampu melukisnya.
Sama halnya ketika kita diminta untuk mengetahui hakikat Tuhan, kita tidak akan mampu, karena Tuhan adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan  manusia. Manusia hanya dapat ‘mendekatinya’. Namun pendekatan yang dilakukan manusia dengan menggunakan rasa dan rasio masih terbuka kesalahan. Sebab, masih berorientasi subjek (subjektif). Agar proses pendekatan konsep Tuhan tidak salah, maka harus dibimbing oleh petunjuk dari Tuhan itu sendiri yang berupa wahyu dalam kitab suci.
Diagramnya sebagai berikut :
Tuhan yang telah menciptakan rasa dan rasio untuk manusia, Tuhan pulalah yang telah menurunkan wahyu untuk pedoman hidup manusia, maka konsep Tuhan yang diperoleh rasa, rasio dan wahyu akan sama, saling mendukung dan menguatkan. Karena ketiganya berasal dari Tuhan yang sama. Apabila ada ketidak cocokan antara rasa, rasio dan wahyu maka itu pasti bukan berasal dari Tuhan.



[1] Karen Armstrong. 2014.Sejarah Tuhan.Mizan Media Utama: Bandung, hal:27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar